Koperasi
Pertanian China - All China Federation of Supply and Marketing Cooperatives
(ACFSMC)
Dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia, China
diprediksi bakal menjadi negara adidaya ekonomi dunia di masa depan. Koperasi
pertanian ternyata memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian itu.
Dalam konstelasi ekonomi dunia dewasa ini, China tampil
sebagai kekuatan yang mecengangkan. Negeri Tirai Bambu ini melaju dengan
pertumbuhan rata-rata 10 persen, tercepat dibandingkan negara maju manapun.
Berbagai produk made in China, bukan cuma menggelontori pasar negara berkembang
seperti Indonesia, tetapi juga membanjiri hampir semua negara maju. Dengan
surplus perdagangan internasionalnya, China mampu menghimpun cadangan devisa
paling gemuk di dunia.
Perkembangan ekonomi China itu, memang merupakan buah
reformasi yang dilakukan secara konsisten. Namun, kunci masuknya tetap saja
sektor pertanian. Sebagai negara berpenduduk 1,3 miliar, masalah mendasar yang
harus diamankan dulu oleh China, sudah pasti pemenuhan kebutuhan pangan
penduduknya.
Karena itu, sektor pertanian mendapat sentuhan pertama dari
proses reformasi ekonomi China. Hasilnya, pada era 70-an sektor ini sudah mampu
menciptakan swasembada pangan. Dengan sektor pertanian yang tangguh, China pun
mulai mengembangkan industri manufaktur, yang menghasilkan berbagai produk.
Namun begitu, perhatian terhadap sektor pertanian, tidak pernah dikendurkan,
kendati dengan lahan yang makin menyempit. Dari luas wilayah mencapai 9,6 juta
km2, tinggal 1,27 juta km2 yang tersisa untuk pertanian.
Sukses pertanian China, tidak lepas dari kawalan koperasi,
yang sudah men-
jadi bagian dari kehidupan petani sejak lebih dari 80 tahun lalu. Nama koperasi petani China cukup unik, yang dipopulerkan dalam bahasa Inggris dengan Supply and Marketing Cooperative (SMC). Sesuai dengan namanya, koperasi berperan penting dalam melakukan pengadaan untuk semua kebutuhan usaha tani seperti bibit, pupuk, peralatan dan lainnya, serta pemasaran komoditi pertanian yang dihasilkan.
jadi bagian dari kehidupan petani sejak lebih dari 80 tahun lalu. Nama koperasi petani China cukup unik, yang dipopulerkan dalam bahasa Inggris dengan Supply and Marketing Cooperative (SMC). Sesuai dengan namanya, koperasi berperan penting dalam melakukan pengadaan untuk semua kebutuhan usaha tani seperti bibit, pupuk, peralatan dan lainnya, serta pemasaran komoditi pertanian yang dihasilkan.
Kegiatan pengadaan dan pemasaran tersebut bisa dilakukan
secara sangat efisien, karena SMC sudah membentuk jaringan yang sangat luas dan
solid. Di level nasional, koperasi petani tersebut mempunyai sekunder bernama
All-China Federation of Supply and Marketing Cooperatives (ACFSMC). Secara
keseluruhan, ACFSMC menghimpun 22.537 SMC, dengan anggota perorangan mencapai
160 juta petani. Jaringan ini, tersebar di 31 provinsi, 336 prefecture dan
2.370 country federation.
Dengan memanfaatkan jaringannya, saat ini ACFSMC menguasai
lebih dari 60 persen perdagangan pupuk dan pestisida di China. Untuk
memaksimalkan jaringan, koperasi ini kemudian melebarkan sayap bisnisnya hingga
merambah ke bidang ritel, mulai dari tingkat grosir sampai eceran. Tercatat ada
1.504 toko grosir dan 89 ribu outlet milik koperasi, yang mendukung bisnis yang
berkibar dengan bendera Suguo Supermarket Co. Ltd, ini.
Tidak berhenti sampai di sini, ACFSMC kemudian mengalokasikan surplus dari bisnis pertanian dan ritel, dengan melakukan ekspansi lebih luas lagi. Industri manufaktur, tektil, perhotelan, pendidikan sampai restoran, menjadi rambahan bidang bisnis selanjutnya, yang membikin kinerja bisnis makin berotot.
Tidak berhenti sampai di sini, ACFSMC kemudian mengalokasikan surplus dari bisnis pertanian dan ritel, dengan melakukan ekspansi lebih luas lagi. Industri manufaktur, tektil, perhotelan, pendidikan sampai restoran, menjadi rambahan bidang bisnis selanjutnya, yang membikin kinerja bisnis makin berotot.
Khusus untuk pemasaran komoditi pertanian, sasarannya tidak
lagi sebatas seluruh daratan China, tetapi juga ke sentero dunia. Dengan
efisiensi yang diciptakan oleh jaringan koperasi hingga ke tingkat petani,
beberapa komoditi pertanian China mengalami surplus, hingga secara ekspansif
menyerbu pasar ekspor dan sempat membuat sektor pertanian negara lain termasuk
raksasa Amerika Serikat, keteteran menghadapinya.
Selain mengekspor, ACFSMC juga melakukan impor berbagai
produk yang dibutuhkan di China. Sebagai gambaran, pada 2005 volume ekspor yang
dicetak mencapai 3 miliar dolar AS, sedangkam impor 2 miliar dolar AS.
Pencapaian gemilang yang digapai jaringan koperasi petani
China, memang tidak lepas dari peran pemerintah yang sangat kuat. Sebagai
negara yang menganut sistem komunis, Pemerintah China mengandalkan koperasi
untuk menjadi wadah untuk memobilisasi petani dalam menjalankan usaha taninya.
Namun, peran para pengelola koperasi juga tidak bisa
diabaikan. Mereka mampu memaksimalkan berbagai dukungan pemerintah, untuk
memperkuat basis bisnis koperasi, bukan malah makin tergantung. Dengan begitu,
ketika ekonomi China membuka diri sebagai tuntutan globalisasi, koperasi benar-benar
siap untuk mempertahankan bisnis, bahkan melakukan ekspansi hingga ke berbagai
belahan dunia.
Kendati tumbuh di tanah komunis yang pekat dengan “campur
tangan” pemerintah, koperasi petani China tidak lantas kehilangan nilai dasar
(jatidiri) sebagai koperasi, terutama dalam menjalankan misi utama untuk meningkatkan
kesejahteraan petani yang menjadi anggotanya. Sebagai sekunder nasional,
ACFSMC juga banyak melakukan kerja sama bahkan bantuan untuk pengembangan
koperasi pertanian di negara lain. Pada Mei 2008 lalu, misalnya, ACFSMC
menyumbang dana sebesar 20 ribu dolar AS untuk pengembangan koperasi pertanian
di Myanmar.
Andalan di Masa Revolusi dan Reformasi
Pergolakan dan pertumbuhan ekonomi China, selalu ditandai
dengan peran penting petani. Posisi petani selalu tak tergoyahkan, karena mereka
bergabung dalam koperasi.
Sudah sekitar 80 tahun koperasi hadir di tanah China,
terutama di lingkungan petani. Selama itu pula, koperasi mengawal petani
melewati pergolakan revolusi, hingga reformasi di bidang agragria. Petani China
memainkan peran sangat penting, dari dua peristiwa yang sangat menentukan
dalam sejarah Republik Rakyat China itu.
Revolusi pertama terjadi pada 1923, setelah perang candu.
Gerakan petani menjadi andalan untuk melawan pendudukan Jepang. Setelah Jepang
terusir, petani mempunyai kekuatan untuk mendesak pemerintah agar dilakukan
landreform atau pembagian tanah pertanian secara adil. Koperasi sudah berperan
dalam proses landreform.
Revolusi kedua, meletus pada 1949, menyusul
diproklamirkannya negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang kemudian dikenal
dengan Republik Rakyat China sampai sekarang., sekaligus menandai dianutnya
sistem komunisme secara penuh. Lagi-lagi para petani menjadi tulang punggung,
untuk menggulingkan kekuasaan borjuis.
Sejalan dengan nasionalisasi perusahaan secara
besar-besaran, pemerintah pun berperan aktif dalam melakukan landreform, yang
mengarah pada pemilikan kolektif lahan pertanian. Para petani dihimpun kembali
dalam koperasi, yang diberi nama Hu-chu-tsu (koperasi suka rela). Koperasi
beroperasi dalam kelompok kecil 4 sampai 5 keluarga, kerjasama dibidang
pengumpulan tenaga, tanah, binatang, alat-alat milik perorangan. Dalam periode
1950-1952 anggota koperasi meningkat dari 10,7 persen menjadi 40 persen
Pada 1953, bentuk koperasi dirubah menjadi Agricultural
Producers Cooperative (APC) atau Nung-Ych Shen-Ch’an Lo-Tso She (Koperasi
Produsen Pertanian). Model kerjanya, tanah dimiliki kolektif, pemilik tanah
semula masih menerima deviden sebagai tambahan upah berdasarkan butir kerja
(work points). Pada 1956 koperasi model seperti ini baru disahkan. Sampai 1953,
jumlah anggota mencapai 15 orang atau hanya 1,2 persen dari jumlah keluarga, kemudian
meningkat menjadi 633.000 serta mempertahankan anggota 20-30 rumah tangga.
Model koperasi kemudian diubah lagi menjadi Koperasi
Produsen yang Lebih Maju (Kao-Chi/Advance APC`S). Koperasi ini disebut juga
Koperasi Maju Tipe Sosialis Penuh. Model kerjanya, progam pertanian 12 tahun,
kepemilikan bersama alat produksi, keuntungan hanya dari penghasilan
berdasarkan butir jam, kerja meliputi subsidi air, perternakan, holtikultura,
kebudayaan, dan pelayanan kesehatan, membentuk brigade produksi (Sheng-Ch`an-Tu).
Jumlah anggota meningkat menjadi 96 persen.
Pro dan kontra yang kemudian muncul adalah apakah anggota
koperasi itu kecil atau besar, semisal anggotanya yang 171 rumah tangga
diturunkan menjadi 100 rumah tangga saja. Di sisi lain, APC`S memiliki sumber
kelemahan dalam hal akuntansi, manajemen dan tekhnik.
Sepanjang 1953-1956, meski terjadi gagal penen sehingga
menciptakan krisis pangan yang berdampak eksodusnya penduduk desa ke kota serta
inflasi, tetapi secara umum sektor pertanian menunjukan kemajuan. Produksi
pertanian dan pedesaan naik antara 3,1 persen -7,7 persen, atau rata-rata 4,8
persen pertahun.
Kendati namanya diubah-ubah, namun koperasi yang ada di
lingkungan petani sebetulnya masih bersifat semu, terutama karena proses
pembentukan dan sistem kerjanya benar-benar diarahkan pemerintah. Ketika itu,
perekonomian China secara umum masih memprihatinkan.
Keadaan mulai berubah angin reformasi mulai bertiup, seiring
dengan rencana besar pemerintah untuk melakukan da yue din, lompatan jauh ke
depan. Gerakan ini dimulai dengan upaya-upaya untuk mengentaskan rakyat dari
kemiskinan. Karena sebagian besar rakyat miskin hidup di sektor pertanian,
maka sektor ini menjadi salah satu prioritas pengembangan.
Sekali lagi, koperasi dijadikan andalan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, pengelolaan koperasi sudah mulai seperti yang berjalan pada koperasi secara universal, kendati peran pemerintah sangat besar. Kendati pada awalnya koperasi hanya menyalurkan berbagai kebutuhan usaha tani yang disediakan pemerintah, namun secara bertahap koperasi mampu membangun fondasi bisnis.
Sekali lagi, koperasi dijadikan andalan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, pengelolaan koperasi sudah mulai seperti yang berjalan pada koperasi secara universal, kendati peran pemerintah sangat besar. Kendati pada awalnya koperasi hanya menyalurkan berbagai kebutuhan usaha tani yang disediakan pemerintah, namun secara bertahap koperasi mampu membangun fondasi bisnis.
Setelah menghantarkan China pada swasembada pangan pada era
70-an, koperasi mulai melakukan langkah pemasaran produksi pertanian, hingga
namanya menjadi Supply and Marketing Cooperative (SMC). Ketika reformasi di
China makin mengarah pada terciptakan sistem pasar terbuka, koperasi sudah
benar-benar siap mengembangkan sayap bisnisnya. Terlebih setelah di tingkat
nasional membentuk All-China Federation Supply and Market Cooperative, sebagai
koperasi sekunder koperasi pertanian. (Husni Rasyad)
KESIMPULAN :
koperasi petani China yang dipopulerkan
dalam bahasa Inggris dengan Supply and Marketing Cooperative (SMC). berperan
penting dalam melakukan pengadaan untuk semua kebutuhan usaha tani seperti
bibit, pupuk, peralatan dan lainnya, serta pemasaran komoditi pertanian yang
dihasilkan. Kegiatan tersebut bisa dilakukan secara sangat efisien, karena SMC
sudah membentuk jaringan yang sangat luas dan solid.
koperasi petani tersebut mempunyai
sekunder bernama All-China Federation of Supply and Marketing Cooperatives
(ACFSMC). Dengan memanfaatkan jaringannya, saat ini ACFSMC menguasai lebih dari
60 persen perdagangan pupuk dan pestisida di China. Untuk memaksimalkan
jaringan, koperasi ini kemudian melebarkan sayap bisnisnya hingga merambah ke
bidang ritel, mulai dari tingkat grosir sampai eceran , ACFSMC kemudian
mengalokasikan surplus dari bisnis pertanian dan ritel, dengan melakukan
ekspansi lebih luas lagi. Industri manufaktur, tektil, perhotelan, pendidikan
sampai restoran, menjadi tambahan bidang bisnis selanjutnya
Sudah sekitar 80 tahun koperasi
hadir di tanah China, terutama di lingkungan petani. Selama itu pula, koperasi
mengawal petani melewati pergolakan revolusi, hingga reformasi di bidang
agragria.walau Kendati namanya diubah-ubah, namun koperasi yang ada di
lingkungan petani sebetulnya masih bersifat semu, terutama karena proses
pembentukan dan sistem kerjanya benar-benar diarahkan pemerintah. Kendati
pada awalnya koperasi hanya menyalurkan berbagai kebutuhan usaha tani yang disediakan
pemerintah, namun secara bertahap koperasi mampu membangun fondasi bisnis.